SAATNYA TUHAN YANG PEGANG MIKROFON: Ketika Manusia Kebanyakan Bicara dan Menghakimi Sesamanya

Dunia adalah agama—dalam pemahaman beberapa orang, termasuk atheis—adalah dunia kekerasan dan kesombongan di mana manusia yang beragama saling membunuh dan mengacaukan tatanan kemasyarakatan dan negara. Mengapa mereka membunuh dan mengacaukan? Tentu ada alasannya. Seringkali kita melihat kekerasan atas nama agama, memakai teks-teks kitab suci begitu ramai di dunia politik dan agama. Orang akan dengan semangat dan bahagia (terpuaskan) ketika penganut agama lain dibantai, dibunuh, dan dikalahkan, semisal gerakan terorisme dunia, ISIS.

Alasan utama melakukan kekerasan dan pembunuhan atas nama agama adalah penafsiran atas teks-teks lampau yang bernada provokatif. Akan tetapi, teks-teks tersebut tidak terlepas dari konteksnya. Meski sering diabaikan, ISIS menggunakan teks-teks kitab suci mereka sebagai “pembenaran diri” untuk menegakkan ajaran agamanya. Persoalannya, yang tertarik kepada gerakan ISIS adalah mereka yang memiliki roh yang sama dengan mereka: ingin membunuh orang kafir di manapun dijumpai.

Kesalahan menafsir teks-teks kitab suci mereka membawa mereka kepada dunia yang kacau dan penuh kekerasan. Ketika mereka mengusahakan kekuasaan dan ingin berkuasa dengan cara–cara sadis, apalagi menghalalkan tindakan mereka dengan dukungan teks-teks kitab suci mereka, maka tidak ada “damai” yang dapat ditawarkan. Bagaimana mau menawarkan damai, sedangkan cara mereka sudah terlihat secara sadis memperlakukan agama lain. Ini kontradiksi faktual. Meski publikasi yang digembar-gemborkan sangatlah tekstual, tetapi sayangnya, mereka terjebak dalam sakit mental “paralogisme”—mereka tersesat dan tidak tahu bahwa mereka tersesat.

Di samping itu, kaum beragama berada dalam dua posisi—di satu sisi menolak dan mengutuk gerakan ISIS, dan di sisi lain berpura-pura menolak tetapi sebenarnya menyetujuinya. Akhirnya, agama menjadi ocehan kaum agnostik dan atheisme dan menghasilkan sejumlah kritik. Memang begitulah dunia agama. Para pemuka agama mana pun memang tidak dapat menjamin bahwa semua penganutnya beres; selalu ada yang baik dan ada pula yang jahat. Hanya, substansinya diletakkan pada ajaran agama itu sendiri. Mereka yang paham soal hayati humanitas tidak lagi mengulang sejarah untuk membenarkan tindakan masa kini. Masa lampau memang penuh peperangan. Maklum, mereka berebut kekuasaan dan wilayah, mereka berjuang dengan atas nama “Pribadi” yang mereka percayai. Namun, di zaman sekarang ini konteksnya menjadi lain.

PERSOALAN HAYATI

Kehidupan yang keras dapat saja mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan kekerasan atas nama agama. Persoalan hayati adalah sangat vital. Untuk bertahan hidup maka seseorang harus bekerja. Sekelas ISIS saja jika tidak punya bahan makanan pasti mereka semua mati kelaparan. Mereka butuh uang, mereka butuh logistik, mereka butuh segala sesuatu yang memperkuat gerakan mereka dan mengisi perut mereka.

Setiap orang, baik beragama maupun tidak beragama, sama-sama berjuang untuk bertahan hidup. Kadang, untuk mencari makan, seorang pemuka agama harus mengoceh, tak jarang merendahkan dan menghina, serta mengutuk agama lain, mengatakan bahwa agama lain itu kafir karena tidak sesuai dengan ajaran mereka; padahal, prinsip yang sama juga berlaku bagi setiap agama yang dapat mengatakan bahwa agama di luar dirinya adalah kafir dan masuk neraka.

Agama sibuk mempertontonkan surga dan neraka seolah-olah mereka pernah ke sana dan dapat tiket lebih untuk dijual dan didagangkan kepada orang lain. Orang mati pun dipolitisasi soal surga dan neraka. Bukankah hidup beragama semakin kacau mengkuatirkan? Manusia terlalu banyak bicara sampai Tuhan yang bicara mikenya (pengeras suara) dirampas dan diambil alih. Kaum bergama kebanyakan bicara yang bukan substansial malahan sibuk mencaci maki, menghina dengan sangat keterlaluan dan merasa bahagia dalam kebodohannya (ignorance is bliss).

PERSOALAN HUMANITAS

Kemanusiaan di mata teroris bukanlah sesuatu hal yang bernilai. Bagi mereka, pokoknya manusia yang tidak sepaham dengan mereka harus dibunuh. Kekacauan dalam beragama menghalalkan kekerasan dan pembunuhan. Mereka merasa bebas melakukan aksinya. Lalu Tuhan di mana? Mengapa Tuhan serasa diam saja? Apakah Tuhan tidak bisa turun tangan? Sabar saja. Tuhan itu Maha Melihat. Melihat apa? Ia melihat semua kejahatan manusia. Lalu mengapa kejahatan semakin banyak dan merajalela? Sabar saja. Semakin banyak kejahatan yang dibuat manusia, maka semakin banyak hukumun yang akan menimpanya. Ini hanya soal “tabur-tuai”. Sabar saja. Mereka yang merasa diri berbuat bagi Tuhan, biarkanlah puas dengan perasaan mereka. Toh pada akhirnya mereka juga mati.

Mungkin kita harus melihat bagaimana seandainya Tuhan memegang mike (pengeras suara). Kita lihat Ia berbicara. Berbicara apa? Berbicara tentang hukuman yang akan ditimpakan kepada pelaku kejahatan dan pengasihan kepada mereka yang berbuat baik dan mengasihi sesamanya. Pondasi hidup manusia memang sering digantungkan pada konteks ajaran agama. Mereka bergerak dan hidup di dalam ajaran agama meski ada pula yang tersesat dan keluar jalur.

BERBICARA: POTENSI KEBAIKAN DAN POTENSI KEJAHATAN

Dalam berbicara, agama (penganutnya) sering menawarkan keunggulannya dan merendahkan agama lainnya. Ukuran yang mereka gunakan adalah otoritas kitab suci, padahal semua agama mengakui bahwa kitab suci mereka bertorotas. Lalu bagaimana kita menilannya? Yang perlu kita nilai adalah “perilaku (moralitas)” dan “spiritualitas” (kerohanian). Dua ukuran ini berlaku bagi semua agama dengan didasari pada kitab suci mereka yang mengatur tatanan moral dan spiritual.

Potensi kebaikan menjadi landasan utama mereka yang menamakan dirinya “beriman”. Jika iman itu direalisasikan dengan cara membunuh dan merendahkan orang lain, maka mereka yang beriman itu harus lebih baik dan lebih suci, lebih kudus dari mereka yang direndahkannya. Pada faktanya, kaum beragama suka bicara “firman Tuhan” tetapi memungkiri potensi kebaikan agama lain. Padahal, kebaikan itu bersifat universal. Tidak ada perbuatan baik yang berbeda; perbuatan baik itu sama di mata Tuhan. Lalu bagaimana dengan mereka yang tidak beragama? Apakah perbuatan baik mereka dipandang baik di mata Tuhan? Saya rasa itu benar. Bukankah kaum beragama lebih jahat dari pada mereka yang tidak beragama? Biarkanlah Tuhan yang berurusan dan menilai mereka yang tidak beragama tetapi masih terus berbuat baik. Itu urusan Tuhan sebab kita semua bertanggung jawab kepada-Nya.

MANUSIA: BANYAK BICARA DAN MENGHAKIMI SESAMANYA

Dalam kondisi politik di Indonesia, banyak orang yang suka bicara, menghakimi sesama dan menggunakan agama sebagai pembenaran dan perlindungan diri. Mereka merasa nyaman karena ada yang mendukung. Tak jarang, yang bicara dengan yang mendukung sama-sama “paralogisme” dan merasa bahwa “ignorance is bliss”. Mereka begitu bersemangat mempublikasikan kebodohannya. Sayangnya, agama dipasung dan diperkosa untuk memuaskan nafsu birahi politik, kekuasaan, dan popularitas.

Lalu apa yang dapat kita pahami dari peristiwa tersebut? Kita sabar saja. Tunggu Tuhan yang bicara. Suatu saat Ia akan pegang mike (pengeras suara) dan berbicara dari langit-Nya. Sekarang, marilah siapkan waktu kita, untuk mendengar Tuhan berbicara melalui pengeras suara. Sabar, kabel mike-nya masih dalam perjalanan. Sebentar lagi tiba di lokasi pertemuan.

TUHAN: SEKARANG AKU YANG PEGANG “MIKE”

Hai manusia, belum cukupkah waktu yang Aku berikan kepada kalian untuk menyadari kesalahan, kebodohan, kesombongan, dan kejahatan kalian? Belum cukupkah kesabaran-Ku menanti kalian datang kepada-Ku? Bukankah Aku akan memberikan pengampunan yang berlimpah kepada mereka yang datang mendekat, bertobat dan berbalik kepada-Ku? Bukankah Aku selalu sabar terhadap kamu dan menanti kalian datang berseru kepada-Ku?

Aku pernah memakai Nabi Yesaya untuk berkata:

“Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepada-Nya selama Ia dekat! Baiklah orang fasik meninggalkan jalannya, dan orang jahat meninggalkan rancangannya; baiklah ia kembali kepada TUHAN, maka Dia akan mengasihaninya, dan kepada Allah kita, sebab Ia memberi pengampunan dengan limpahnya. Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu” (Yesaya 55:6-9).

Aku masih bisa ditemui ketika engkau mencari Aku; Aku masih sangat dekat dengan engkau dan menanti engkau berseru kepada-Ku; Aku menyarankan agar engkau meninggalkan kefasikanmu, kesombonganmu, kejahatanmu, kemunafikanmu, kenajisanmu, dan kembali kepada-Ku. Ketika engkau kembali kepada-Ku, Aku akan mengasihiku dan memberi pengampunan yang berlimpah.

Kurang apa Aku? Tidak cukupkah kasih dan kesabaran-Ku menanti engkau bertobat? Sekarang Aku memegang mike, dengarkanlah perkataan-Ku: “Bertobatlah dari kelakuanmu yang jahat, sombong, munafik, dan najis. Kembali kepada-Ku; Aku mengasihimu; Aku rindu menyatakan kasih dan pengampunan-Ku yang berlimpah. Aku ingin manusia menikmati betapa manisnya firman-Ku, betapa manisnya teguran-Ku. Kecaplah dan lihatlah, apakah Aku kurang baik terhadapmu?

Dan ketahuilah: “Aku menyertai engkau sampai kepada akhir zaman.” Mereka yang percaya kepada-Ku, akan setia berjuang dalam kebenaran dan sabar menanti Aku kembali. Ketika Aku kembali, Aku akan memberikan kepadamu “makhota kehidupan” dan “kehidupan yang kekal”.

Mengapa demikian? “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan (Yeremia 29:11).

Bagaimana supaya kami bisa menemukan kebahagiaan dan masuk ke dalam Kerajaan-Nya? Tidak perlu takut, Yesus menawarkan jalan menuju ke sana: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” Ketika mengikut Yesus, apa yang harus kita lakukan? Ikutilah dan lakukanlah apa yang diajarkan Yesus:

“Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur. Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi. Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan. Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan. Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah. Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah. Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.” (Matius 5:3-12)

“Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.” (Matius 5:13-16)

“Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat.” (Matius 5:37)

“Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar. Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allahpun berbuat demikian? Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.” (Matius 5:44-48).

Yakinlah bahwa “keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia (Yesus), sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.” (Kisah Para Rasul 4:12). Keselamatan adalah pemberian Allah dan dengan kasih-Nya yang besar Ia menyelamatkan kita melalui Yesus Kristus: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia. Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah.” (Yohanes 3:16-18).

Shalom

Sumber Gambar: https://id.pinterest.com/pin/663647695077308695/

Tinggalkan komentar

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Ayo mulai