KONFLIK KEMANUSIAAN

Refleksi Kejadian 27:41-28:9

Sumber gambar: https://unsplash.com/photos/GdTKZmz7LU8 (Sai Balaji Varma Gadhiraju@saivarma2000)

Konflik yang sering terjadi dalam relasi hayati humanitas disebabkan oleh faktor-faktor internal dan eksternal. Konflik dengan sesama kita (sahabat, keluarga, rekan kerja) sebagaimana yang sering kita lihat, bahkan kita alami berawal dari sebuah relasi yang ternodai (rusak) akibat dari hal-hal yang substansial maupun yang non-substansial. Hal-hal tersebut terjadi karena adanya pelanggaran, penipuan, atau kompromi, sehingga akibatnya, relasi menjadi rusak dan menimbulkan konflik berkelanjutan. Perasaan kemanusiaan kita juga turut terluka karena relasi yang rusak itu. Kondisi inilah yang terjadi antara Esau dan Yakub.

Kejadian 27 dan 28 menceritakan tentang konteks yang sedang dibicarakan. Dari konteks ini, saya mencatat dua sikap yang mencederai kemanusiaan—singkatnya, mencederai relasi humanitas, yang digambarkan dalam sebuah peristiwa dari keluarga Ishak dan Ribka.

Pertama, menipu. Sesuai konteksnya (pasal 27), Ribka memanipulasi olahan makanan enak buat suaminya, supaya Yakub, diberkati oleh Ishak (27:5-11). Ribka merancang penipuan agar Yakub diberkati oleh Ishak. Dengan jaminan masakan enak olahan Ribka, Yakub pasti akan diberkati oleh Ishak, ayahnya. Akibat dari rancangan penipuan oleh Ribka, Yakub pun ikut menipu bapaknya dengan menggunakan nama Tuhan (ay. 20). Kadang menipu atas nama Tuhan dianggap sebagai senjata yang ampuh untuk membuat orang lain percaya dengan perkataan kita. Padahal, tindakan itu merupakan tindakan yang berdosa.

Pengaruh dari penipuan adalah orang yang tertipu mengalami kepedihan hati. Kepedihan hati akan melahirkan dendam membara. Esau meraung-raung setelah mendengar bahwa Yakub telah mengambil berkat yang seharusnya dia terima (27:30-34). Pengaruh penipuan juga membuat orang tertipu itu menangis karena kecewa ia telah tertipu. Esau menangis karena kesal dan marah terhadap Yakub (27:38). Menangis mengimplikasikan tiga hal: (1) menangis karena terharu; (2) menangis karena kesakitan (tubuh); (3) menangis karena sakit hati (kondisi/keadaan), akibat ditipu, dikecewakan, dan sebagainya. Esau tentu menangis karena sakit hati.

Kedua, dendam. Esau menaruh dendam kepada Yakub. Dendam bisa berlanjut kepada “pembunuhan”. Itulah yang direncanakan Esau terhadap Yakub (ay. 41). Pada faktanya, karena penipuan, orang kemudian menaruh dendam dan ingin membalaskan dendamnya dengan berbagai cara, dan “membunuh” adalah salah satu cara yang sering dilakukan. Mungkin kita pernah mendendam kepada orang lain yang pernah menyakiti hati kita, bahkan merobek-robek harga diri kita. Dan hingga sekarang mungkin masih mendendam. Buanglah dendam itu. Kita hanya menyimpan “sampah hati” dan akan membusukkan hidup kita.

Seorang pastor berkhotbah: “Kita semua mempunyai musuh dalam hidup ini”. Lalu seorang pendengar berdiri dan hendak protes. “Pak pastor, saya ini tidak punya musuh”. Mengapa bisa begitu? Tanya pastor keheranan. Jawabnya: “Semua musuh saya sudah mati, jadi saya tidak punya musuh lagi.” Ya, benar, kalaupun musuh kita sudah mati, ada satu musuh lagi yang harus ditaklukkan yaitu “diri kita sendiri”. Sudahkah kita melihat diri kita dan menilai apakah kita pernah menipu dan berencana membunuh orang lain? Segera memohon ampun kepada Tuhan. Atau masihkah kita mau menipu orang lain dan menaruh dendam kepada mereka yang telah menyakiti kita? Semua itu harus ditanggalkan. Nikmati hidup baru bersama Tuhan, niscaya kebahagiaan yang sejati akan dirasakan sepanjang hayat.

Jangan sampai kita menjadi pencetus konflik kemanusiaan sebagaimana yang terjadi dalam keluarga Ishak: Esau menaruh dendam kepada Yakub karena Yakub telah menipunya (hasil dari ide ibunya sendiri). Baik menipu dan mendendam bukanlah perilaku yang harus kita lakukan, sebaliknya menipu dan mendendam hendaklah dibuang jauh-jauh dari hidup kita, dan biarkan Tuhan yang melakukan apa yang dikehendaki-Nya agar kita dapat menikmati kasih dan kemurahan-Nya. Ketika kita mau hidup dalam kekudusan, menjauhkan segala prasangka buruk terhadap orang lain, Tuhan akan membalasnya dengan cara-Nya yang ajaib. Tuhan kiranya memberkati, menopang, dan menyertai kita semua dalam melakukan kehendak-Nya dalam totalitas hayati kita.


Shalom. Salam Bae

Tinggalkan komentar

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Ayo mulai